Kisah Pendekar - Pendekat Thifan

Diposting oleh ATHO' AL JUNDI



HIKAYAT SELIM TSEPANG

Maka tersebutlah seorang bernama Tsefang atau Selim Tsepang, ia datang dari pegunungan arah utara, ia seorang anak kepala suku dan sejak kecil ia telah ada terlibat dalam perkelahian dengan suku-suku pengganas yang datang hendak merampuk perkampungannya. Maka ia masuk lanah dan belajar menkaji ilmu Islam dari seorang ahund bangsa Persia, karena itu iapun fasih dalam bicara Persia itu.

Alkisah ketika terjadi dinegerinya pemberontakan untuk menggulingkan Khan Emiruddin maka ia ditawari orang untuk mengepalai pemberontakan itu karena raja itu kurang disukai dan terlalu membuang-buang segala harta untuk kesenangan dirinya sendiri. Maka pada masa itu Selim Tsepang telah mewakili ahund akn kerajaan lanah itu.
Maka Khan Emiruddin pun turun tahta dan diserahkannya segala kekuasaannya itu pada Sultan Syirajuddin, maka Khan Emir pun bertaubat dan menjadi seorang dermawan. Maka Sultan Syirajuddin pun memerintah dengan bijak, alim dan adil sengat eloklah pemerintahannya itu.

Maka usia sultan itu tiada lama, ia menderita penyakit dalam sehingga ia meninggal dan saudaranya Zhoqnu yang lalim menggantikan kedudukannya itu maka iapun menarak tanjak dalam kemewahan diri tiadalah arah fakir untuk memperhatikan khalayak ramai sehingga musyarakatpun tertindaslah, pembesar-pembesar istanapun mulai mengikuti jejaknya itu, maka rusuhlah seluruh negeri itu, permpukan, perampasan, pencurian bersimaharajalela.

Maka khalayak ramaipun menantikan penghulunya untuk meletupkan pemberontakan itu lalu seorang terkemuka diantara mereka itu memohon akan Selim Tsepang tetapi ia tengah beristirahat karena serangan suatu penyakit, maka merekapun memilih Mukhtar Bubod suami Azizah Tedsyu puteri sulung Selim Tsepang itu untuk meletupkan pemberontakan itu maka Mukhtar Bubod pun bersiap pepak berpilih membentuk asykar maka apakala diketahui pembesar istana akan segala persiapan pemberontakan itu, maka asykar negeripun lalu segera hendak menghancurkan kekuatan pasukan Mukhtar Bubod itu maka terjadilah perang perebutan negeri, maka Mukhtar Bubot terkundak dengan mempermainkan dua bilah pedang diatas kuda dan ditewaskannya beberapa orang pengawal kerajaan itu, tetapi anak panah menghujani tubuhnya sehingga ia seumpama terpanggang seribu panah lalu iapun mengamuk menyerbu ketengah ambang istana sehingga ia terkungkung tetapi terlalu banyak darah itu keluar, Mukhtar Bubot pun robohlah maka reduplah pemberontakan itu, maka pemberontakpun pergi berkuda ke perbatasan Katan.

Maka ibu negeripun dianggap amanlah sudah segala orang yang dianggap perusuh itu telah pergi, maka sultanpun kembali naik bermegah dan berpoya-poya maka apakala dilihatnya kecantikan janda Mukhtar Bubot itu iapun jatuh berahi maka istri keempatpun dicerankannya dan dipinangnya gera Azizah Todsyu itu tetapi utusan sultan ditolak Selim Tsepang sehingga murkalah sultan dikirimnya asykar yang kuat-kuat untuk menangkap semua keluarga itu tetapi semua asykar yang dikirimkan untuk menangkap keluarga itu tidak kembali, maka keistimewaan Selim Tsepang itu dapat menaklukan musuh dengan teriakan suara berdahtnya.

Maka dikirimkannya pula pasukan asykar yang berjuak kira delapan puluh orang, maka kala Selim Tsepang lengah dipanahnya arah lehernya itu olh seorang pemanah yang terlalu amat akhli dalam bermain panah ialah Eayzit yang pernah berguru akan Selim Tsepang itu, maka Selim pun tiadalah dapat menyalurkan suara dahtnya itu sehingga ia beserta seluruh keluarganya itu terbunuh walaupun ia telah menewaskan beberapa orang asykar kerajaan itu maka tertangkaplah Azizah Todsyu dan dipenjarakan dalam istana tetapi asykar Babur menyelamatkannya dan konon ia diperistri salah seorang penglima itu dan dibawanya ke Penshab.

Sahdan adalah dua orang tamid Selim Tsepang itu dapat menyelamatkan diri apakala dilihatnya gurunya itu roboh ia belum lama berdiam dikeluarga itu dan belumlah ia diberi dasar ilmu perkelahian seorang anak bangsawan Farkhabeg namanya dan seorang orang kebanyakan Fuli Ramli namanya.

Maka keduanyapun pergi meninggalkan tanah itu lalu bergurulah pada Cundunt akhli Thifan itu yang terkenal dapat mengalirkan racun panas sehingga orang pencoba akan dia jatuh kesakitan. Maka apakala selesailah mereka menuntut ilmu itu sembilan tahun lamanya maka pulanglah mereka berkuda.

Sanya pada suatu hari suku-suku Hun Tenggara menjelaknya dalam perjalanan itu dengan menghujani anak panah tetapi kedua orang itupun pandailah dalam ilmu permainan langkah dan rahapan maka hanya dua batang anak panah mengoyakan bajunya itu.

Pada suatu hari lewatlah keduanya itu pada sebuah kota kecil yang diperintah Zocnu itu, maka kedua orang itu bersua Bayzit diujung pekan tengah berkuda tunggang putih dan berpakaian sutera tebal sepatunyapun berhiaskan emas, setanda ia menjadi seorang pembesar istana.

Maka apakala kuda Bayzit itu berkelok dan menuju keluar kota itu, maka Farkhabeg dan Fuli Ramli pun memacu kudanya mengikuti Bayzit sehingga sampai akan sebuah perkampungan lalu ditinggalkannya perkampungan itu sampailah kepadang rimput, maka Bayzit menuju sebuah tempat dipadang rumput itu, Fuli Ramli lalu memacu kudanya dan mengejar Bayzitdan terpalanglah kuda Fuli Ramli itu dihadapan Bayzit maka Bayzit menyangka itulah perampuk, maka ia hendak melepaskan anak panahnya, apakala anak panah itu hendak melepas, Farkhabeg pun datanglah akan tempat itu demi dilihatnya Bayzit hendak melepaskan anak panah itu, maka Farkhabeg pun melepas jarum syit beracun akan tangan Bayzit itu sehingga busurpun jatuh, maka meradanglah Bayzit dan berteriak minta bersabung nyawa, tetapi tubuhnya mulai lemah dan tak lama kemudian robohlah mungkin racun syit telah menjalar akan seluruh tubuhnya itu. Maka berkatalah Fuli Ramli: “Itulah kisas bagi keculasanmu membunuh gurumu demi emas rajamu itu” maka cepatlah keduanya melanjutkan perjalannya kearah timur melalui bukit-bukit dan menuruni pada bagai lembah yang curam, maka sampailah pada kawasan benua Cina, maka banyak peristiwa dialaminya kala mereka berkelana itu, maka pada suatu hari manakala keduanya itu turun jenjang sebuah lepau dimuka pekan besar bersualah dengan seorang pendekar Mung yang disebut pendekar pengemis dari Shorim, maka ketika pendekar itu melihat keduanya maka ia mencahari jalan perbincangan, karena mereka mungkin hafal akan ciri-ciri tubuh dan pakaian kedua orang asing itu, bahwa itulah pendekar, lalu stelah bersapa ketiga orang itupun duduk berbincang-bincang lalu sampai pada peri agama, kehidupan dan ilmu pembelaan diri, maka kedua sahabat itu semula menyebunyikan ilmunya itu, tetapi pendekar pengemis itu memaksa untuk turgul, katanya: “Aku ingin mengetahui akan segala gerakanmu itu aku sanya hendak mencahari keaslian Shorim itu, ketahuilah sanya kitab ilmu Shorim itu telah terbakar dan kami mengkaji dari anak wihara yang hafal tetapi kami sendiri ragu akan kemurnian ajaran pembelaan diri itu, maka dengarlah kubawakan sebuah tamsil: Adalah sebatang pohon ara raksasa yang tengah menanti tumbang karena dibawah pohon raksasa itu berkerajaanlah anai-anai yang berjuta-juta dan memakan segala akar pohon ara raksasa itu, maka suatu ketika berpuputlah angin dahsyat menumbangkannya dan tatkala itu ada seekor kubin hinggap dan melekat pada batang pohon itu, maka berkatalah Kubin: “Kucegahkan maka tumbanglah.” Kata Fuli Ramli: “Bukankah itu tamsil orang turki.” Maka kata pendekar pengemis: “Turgullah lalu kujelaskan.”
Maka turunlah Fuli Ramli lalu bersyikla hendak ancang berancang, maka terperanjatlah pendekar Mung itu ia menitikkan air mata lalu ia pergi dengan tiada mengucapkan sepatah katapun.

Maka Farkhabeg lepas meninggalkan negeri Cina itu pernah berguru akan Halat tahid dari Muhyiddin orang Fangkhan, ia seorang akhli timbangan daht, bila ia diserang ia hanya menghindar, musuhpun selalu mencium tanah, Halat pernah berpesan: “Biarkan mereka kehabisan tenaga dan kita harus mempunyai simpanan tenaga itu.” Maka Halat pun berceriteralah tentang gurunya itu katanya: “Maka adalah Muhyiddin Fangkhan itu seorang akhli timbangan daht ketika ia menuju Fuk tercegahlah oleh sepuluh orang perampuk bersenjatakan keway beracun, tetapi ia sangatlah mahir bermain langkah hinder sehingga sebatang kewaypun tiada melukai tubuhnya itu, maka suatu ketika ia tengah duduk di masjid lepas zhuhur, tiba-tiba terbitlah kerusuhan dan seorang perusuhpun melemparkan sebatang pisau kepadanya maka Muhyiddinpun tiadalah berdiam diri, dengan cepat dialapnya pisau itu dengan dua batang jarinya lalu iapun melemparkan kembali pisau itu sehingga perusuh itupun tertikam dan robohlah sudah.
Maka emir kota itupun menganugerahkan uang mas kepadanya, sanya Muhyiddin apakala berpergian selalu bertunggang kuda karena kaki kirinya itu ada lebih pandak maka terkenallah ia pendekar pincang tetapi pada suatu ketika ia rekepung perampuk dirumahnya itu, maka ia keluar dengan menendang pinti dengan kaki pincangnya itu sampai pintu itu terbelah empat dan perampuk itupun larilah merta.

Maka Halat pun berceritera pula tentang pendekar suku Shldsyuk yang berkembara ke barat Asaduddin Syirakuh namanya sehingga ia masuk negeri Mashir. Maka ia datang dengan sega pendekar dan asykar orang Saldsyuk itu ke Syam lalu memerangi kaum Nasara di Masir dan sekitarnya ia terkenal sebagai seorang penakluk, maka sanya anak saudaranya seorang berdarah Kurdi ia angkat menjadi sultan Masir itu. Maka adalah konon kekuatan Syirakun itu pada kepalan mautnya itu, ia konon pula akhli Shurulkhan.”
Maka Halat pernah mengajak kedua anak muda itu ziarahi kuburan Jauharuddinkhan. Maka kata Halat itu: “Maka Jauharuddinkhan itu berbakat pembelaan dirinya itu sejak kecil sehingga mahirlah dalam pelbagai jenis ilmu pembelaan diri ia bertahun-tahun dalam lanah, kemahirannya yang tampak ialah kaki berbaling-baling bila kena dada lawan pecah belahlah. Maka seorang tamidnya itu sahabatku, Tsu Kapay Tiymur namanya ia seorang puak Krait Muslim ia lahir di daerah Bukhara lalu berkembara kea rah tenggara maka ia seorang akhli Taesyukhan.

Alkisah manakala ia berhadapan dengan seekor sapi gila di Sanyu, maka dipukulnya kepala sapi itu sampai pecah, maka emirpun mengangkatnya sebagai pengawal dan ketika emir itu meninggaliapun diangkat emir karena ialah menatu emir itu.”
Maka alkisah Farkhabeg dan Fuli Ramli pun pulanglah ke kampong halamannya itu.

>>Continue Reading>>

0 komentar:

KISAH - KISAH PENDEKAR THIFAN PO KHAN

Diposting oleh ATHO' AL JUNDI



HIKAYAT NAMSUIT

Alkisah adalah dua orang laki bini pengembala di alukan kota pegunungan San Yu, suaminya bernama Pelang Woya dan istrinya bernama Ika’ keduanya keturunan campuran Cina dan Mongol; maka Pelang Woya atau Khanwo itu bekas seorang asykar Mongol di khanat utara.

Sanya Pelang Woya itu seorang penganut ajaran Budha, sejak delapan belas tahun ia masuk asykar karena kakinya mendapat cedera ia tiapun tiadalah terpilih kembali sebagai asykar itu, lalu dipilihnyalah pekerjaan baharu sebagai pengembala ternak. Maka pada suatu hari suku Hun berperang dengan kerajaan Wai, raja kota San Yu pun mempersenjatai seluruh laki-laki kota itu karena suku Hun melintasi dan merusuhkan pula kota itu; alkisah Palang Woya mempenghului seratus orang asykar carakan dan terdiri atas anak-anak belia usia, tiga puluh orang ada terbunuh, Pelang Woya pun penuh luka dan meninggallah beberapa hari kemudian, maka Ika’ istrinya itu tengah hamil dan tertawanlah oleh asykar Hun.

Syahdan dikala suku Hun menyerang Khanat tengah, Ika’ pun ditinggalkan ditengah suku Tayli lalu Akun seorang keturunan bangsawan menikahinya dan Ika’ pun masuk Islam enam bulan kemudian ia melahirkan dan dinamainya anak itu Namsuit ia berpakah akan Akun. Apakala Namsuit tengah belia ia dimasukan dalam lanah untuk menuntut segala ilmu Syara, maka dalam lanah itupun diberinya pula ilmu pembelaan diri. Syahdan bersama dengan Je’nan ia mengubah beberapa jurus dari aliran Shourim Utara.
Inilah kisah jurus-jurus Namsuit.


Pada suatu malam ia bermimpi melihat dua ekor ular berkaki seperti terlukis dalam pahatan orang Cina. Maka dua ekor ular berkaki berpadu kepala lalu berputar melekuk antara keduanya dan lalu bertumbuk kembar akan sebuah bukit, maka terjagalah ia dan kala sudah terjaga itu masih terbayanglah bentuk ular berkaki yang kembar itu, lalu dijuruskan Namsuitlah dan dinamainya jurus itu: “Ling zhe kawt te kum” artinya: “Naga kembar tumbuk gunung”

Maka pernallah pula ia perhatikan seorang gadis tengah memanjat sebatang pohon ti lalu ditariknya buah anggrek noyt dan tangan sebelah pula menolak batang “ti” yang menjara muka gadis itu. Lahirlah jurus: “Noyt ze wa kha laytie” artinya “Petik anggerek di pohon ti”, ketika Namsuit melihat seorang puteri tangannya tengah berkemas hendak pergi lalu seorang puteri pula mengencaninya, terlalu elok gerakan kencan puteri itu dan akhirnya diciptakanlah “Nuruy tsuten” artinya “Peteri berkemas”.

Pernah pula memperhatikan seekor wund hendak meraih buah anggur, perkelahian seorang pengelana, eorang asykar tengah duduk lalu terganggu, seorang bangsawan tengah merintangi musuh, seorang tengah ungkitkan batu karang, perkelahian dua orang pengelana, seorang asykar tengah mendorong sebuah kereta sorang raja muda, elang tengah berkepak dan seorang belia berkelahi hanya mempergunakan sikut, maka lahirlah jurus-jurus:

Fuke ketli ey pend – Wund dambakan anggur
Tsude ne fit – Ungkit seorang penjarah
Firgi kho me’ ni – Simpuhan anak angin
Nouq ogul babay – Kesateria buang perintang
Tedsyu ey – Ungkitan batu karang
Tse ul ni kay – Serangan anak kelana
Kayla uzi cak – Mendorong kereta emas
Korey ni fuen – Kepak elang putih
Te utgul te kay – Sikut kembara

Maka ditambahinya dengan hakai dari gerakan Shourim yang diubah dan diawali tinju Wigu dari sepak tinju anak belia orang Wigu, disusunnya gerakan tinju itu lalu lahirlah jurus-jurus Wigu po’er lalu Je’nan pun memberikan nama akan segala olah jurus-jurus itu.

Maka akan hal segala tangkisan disusunnya dan digubahnya dari cara tangkisan orang Turki, tangkisan Shourim, pembelaan diri Tayli, Kitan, Mongol dan Wai. Maka Namsuit pernah mengusik seekor anak harimau dipermainkannya anak harimau itu sehingga ia menyerang, diperhatikannya gerakan harimau itu lalu ia melakurkannya dengan jurus harimau Shourim itu, maka lahirlah jurus “Baberte’r – Jurus harimau”, diperhatikan pahatan lukisan naga orang Katay, lahirlah “Lingte’r – Jurus naga”, digubahnya jurus bangau orang Seadong, jurus merak orang Tayli, jurus kera Shorim, maka lahirlah jurus-jurus “Pilate’r – bangau, Thoste’r – merak dan Fukute’r – jurus kera”.

Maka rahapan-rahapan jurus itu digubah dari cahara Mongol, Kitan, Naiman, aliran Shorim dan gubahan Namsuit sendiri dengan memperhatikan gerakan beberapa ekor binatang ayam, kera dan kelelawar. Maka lahirlah rahapan-rahapan jurus:
Nesti peyne’ – kepala ayam jantan merahap
Fuku ne’I – rahapan kera (ketika dipanah)
Fuku ne’I tseng uy – rahapan kera padamkan lampu
Gio gul ne’I kutsin – bunga tertiup angin
Neyt tedsyi – rahapan bidadari, menceriterakan seorang laki-laki nakal hendak mengambil perhiasan diatas kepala seorang gadis yang cantik lalu gadis itu merahap dan menyanggahnya.

Rahapan kera merampas kelelawar yang terbang arah muka seekor kera, melahirkan fuku neit dsyi ey – rahapan kera merampas kelelawar dan tudsyi kay tsen – rahapan seekor kelelawar.

Maka setelah diubahnya semua jurus itu dan ditelitinya selama bertahun-tahun dan dicobanya dalam perkelahian dan turgul lalu dituliskanlah oranglah atas suruhan pendekar Namsuit itu dan diubahnya apakala ada kesalahan gerak lalu dicobanya pula berjurus dengan pelbagai macam senjata.

Syahdan bersualah Namsuit dengan seorang anak muda belia Je’nan namanya dan bersahabatlah sehingga akhir hayatnya dalam pembelaan diri akan keselamatan Je’nan itu.

Maka banyaklah keistimewaan pendekar Namsuit itu di mata anak lanah, seumpama: ia pernah meremas batu hidup dengan tangan kosong denga pengerahan dahtnya itu.
Maka seorang tamid pernah memperhatikan pancaran daht dari jari-jari Namsuit itu serupa sinar api. Berceriteralah Syo Lirt: “Kala pendekar Namsuit berjurus terlintaslah kemukaku seberkas sinar semacam sinar api layaknya, maka aku menoleh dan tampaklah memancar dari jari-jari pendekar itu”.

Maka padasuatu hari jum’at adalah pendekar Namsuit itu turun masjid lepas shalat, maka seorang lawan Namsuit dari pada suku Ung yang biasa menyamun itu melemparkan sebilah pisau kearah lehernya itu, maka cepat ia merahap dan ditangkapnya pisau itu dengan dua batang jarinya.

Maka orant Ung itupun ditangkap pengaman masjid ia hendak melarikan diri dan diterjangnyalah pengaman masjid itu sehingga terpelanting, lalu Namsuit pun menangkap orang Ung itu lalu dinasehatinya sehingga orang itupun menangislah dan minta ma’af, maka Namsuit memberinya beberapa keeping uang mas, pergilah orang itu dan konon dua tahun kemudian ia terlihat menjadi penghuni masjid kini ia bekerja menjadi pengembala ternak seorang takah mir yang kaya raya.

Shurulkhan lie tawae Namsuit
Kie kathay woi Shorimze cit
Toy Buddhete rmeit I lenji’I
Cay Islamnaa dien foi lie am
Kawtay maet lie yatehz tazji
Oiy ma’noy lkaw lulu pay boo
Taenti urwunti tzi Kumfukhan

Syahdan aliran Namsuit itu dimasukan Urwunti Tsani keturunan Ismet Urwun Tsan dalam Kumfukhan yang sedikit berlainan dalam aliran Thifan dalam olah gerak seumpama dalam cahara berjurus binatang dan dalam cahara berahap jurus. Maka dalam Kumfukhan Lama tiadalah syikla hakai.

Syahdan adalah seorang pendekar muda Amet Tsolhar namanya ia pernah berguru akan Namsuit sepuluh bulan enam hari lamanya lalu ia berguru akan pendekar Jundunkhan, maka kagumlah ia akan kehaibatan Jundunkhan itu, seorang tamid Namsuit pernah menyaksikan tamid Jundun itu berturgul tatkala ada persahabatan yang terjalin antara kedua lanah. Maka Jundun pun melirik dengan isyarat akan tamidnya tengah turgul itu lalu berjuruslah dengan pelabagai jurus hayawan sehingga tamid Namsuit pun alahlah sudah, maka tamid Namsuit pun memeluk lawannya itu dan menitikkan air mata lalu katanya: “Bila engkau dahulu telah turun tiadalah kami mendirikan lanah pelarian engkaupun dapat mengalahkan musuh-musuh kami yang jahat” maka Amet Tsolkhar segera segana datang lalu menghormat akan Jundunkhan lalu ia bertanya akan alirannya itu, maka katanya: “Wahai guru, apakah nama aliran dibawa tamid guru itu?” maka sahut Jundunkhan: “Itulah pangkal ilmu orang Thifan”.

Maka dibeletik Amet Tsolkhar akan seuntai selati:
Shurulkhan ni Thifanpokhan way lgu
Ni tao Kumfu ke huyt fang i jundun
Fat zhi fga Namsuit ske daht zhulu
Ma hum zke ni tamidzi fang lie uts
Mahnayt kawzhi khamna daht oalaght
Hamnay tuyuk turgulu fah fu nuatst

Maka Jundunkhan turun ke haraqt maka diserunya akan sekalian tamidnya itu, maka tatkala telah berkumpul sekalian tamidnya itu, lalu turunlah amir lalu kata amir itu: “Wahai kalian tamid saksikanlah sanya ada seorang terhukum kisas karena ia telah baker istrinya sendiri tatkala istrinya itu tengah tidur nyenyak sebab ia harapkan harta istrinya itu, maka saksikanlah guru kalian hendak hukum orang itu”.

Maka seorang bertopeng dan terikat kedua belah tangannya itu diiringkan dua orang asykar lalu tuan qadlipun ada serta, maka tuan qadli bacakan keputusan itu dan terhukumpun duduk bersimpuh merundukkan kepalanya lalu Jundunkhan bertarik nafas berkuda-kuda lalu dipancarkannya daht beracun panas sehingga tubuh orang itu legam-legam, pingsanlah orang itu lalu asykarpun mengambil bejana berisi air disiramnya orang itu sampai siuman kembali lalu Jundunkhan pun salurkan daht dingin peracun yang dapatlah meresap sampai ke pangkal tulang sehingga pesakitan itupun menjerit-jerit. Maka akhirnya dipenggal pelebayalah akan pesakitan di muka masjid apakala telah tunai berjum’at. Maka alkisah pergilah Jundun beserta tamid-tamidnya itu berkembara kearah barat dan hal ikhwal dirinya itu tiada pernah terdengar kembali.

Maka adalah seorang tamid Namsuit, apakala Namsuit belum bersua dan bersahabat dengan Je’nan itu. Maka tamid itu seorang anak petani yanmg miskin, ayahnya memperkebunkan ladang kepunyaan pembesar didaerah pegunungan. Ukhay Zain namanya.

Maka pada masa kecil Ukhay Zain itu dibawa mamaknya berniaga ke tanah Cina dan lalu pulang membawa sutera Cina itu ke barat melalui korokan jalur sutera itu, adalah mamaknya mempunyai berpuluh ekor unta untuk mengangkut barang-barang itu.
Alkisah di benua Cina itu ia pernah tinggal lima tahun lamanya, ia pernah belajar mengkaji pelbagai macam ilmu perkelahian di daerah orang Han itu.

Pada suatu hari pernah seorang pembesar Ming menganugerahkan sebutir permata yang terlalu amat mahal kepadanya karena pembesar itu diselamatkan Ukhay dari serangan sepuluh orang pemberontak yang datang bertakak-cegak unmtuk membunuh, maka Ukhay Zain pun turun kalang karena ia tahu akan kejahatan pemberontak itu dan ia pernah hendak dirampuk pemberontak itu, maka diputarlah toya dan ia bergerak menghancurkan serangan pemberontak itu, senjata ditangannya banyak terlepas, senyampang dilihat seorang Han pula akan hal itu maka tak lama kemudian bantuan asykarpun tibalah sehingga pemberontak itu tertangkap juga.
Maka Ukhay Zain pun diajak masuk istana pembesar itu dan dipersalinnya dengan pakaian mewah dan mamaknyapun demikian, sanya pembesar itui seorang Muslim yang sangat dekap pada maharaja.

Maka alkisah Ukhay Zain pun menjual permata itu lalu dijadikannya pangkal usahanya itu tatkala ia kembali pulang kekampung halamannya itu lalu dibawanya serta seorang perempuan Cina yang dinikahinya, makasanya lalu Ukhay Zain pun melanjutkan usaha mamaknya itu berniaga ke Cina apakala ia belengang luang waktu ia mengajarkan ilmu pembelaan diri itu dan Ukay Zain itu tiadalan membangun lanah dan sekalian tamidnya itupun tersebar tiadalah terhimpun, maka Ukhay Zain pun membawa ilmu pembelaan diri Namsuit yang merupakan dasar ilmu Thifan itu.

Akan hal keistimewaan Ukhay Zain itu ia pandai belat berlompat gelung berbalik-balik, ia pandai berlopat tinggi ia biasa meragakan ekor naga menyapu bumi.
Tatkala lanah Utara kepunyaan suku Doghan Tengah itu di serang suku Hun Tenggara yang pengganas itu, maka turunlah ia bersama seorang anak-laki-lakinya dan ia menamak dan sekira lima puluh orang suku Hun itu terbunuh dan luka sangat.
Maka berkembara pulalah Ukhay kearah barat dan iapun menetap pada tempat yang sunyi berumah megah dan pembesar-pembesar. Turki pun biasa berkunjung lalui anak-anak khan dan sultanpun banyak belajar akan dia sehingga bahagialah hidupnyaitu sampai akhir hayatnya itu.

Maka ada pula dua orang tamid seorang bernama Saat Liut dan seorang pula Wustha Lo keduanya bersaudara maka tamid-tamid ini pernah mengkaji ilmu berguru akan Bahroiy itu telah tiada maka kedua orang tamid itu berguru akan Ukhay Zain.
Syahdan apakala raja Kotzukhan memerintah dengan urat kemurkaan dan kelalimannya itu, sekalian penghuilu negeripun terlalu amat berduka, segala kesalahan dihukum dengan berat, fitnah meraja lela, pembesar-pembesar negeri menjilat kepada raja, apa yang raja kehendaki halallah sudah menurut fatwa mifti walaupun perbuatan itu haram adanya.
Maka adalah Kotzukhan itu pernah pula berguru akan Namsuit dan pernah pula panggil Suyi untuk berlatih segala kekuatan. Maka raja Kotzukhan walaupun ia menamakan diri Islam tetapi terlalu amatlah jauh lakunya itu dengan peri laku seorang muslim, isterinya itu seratus orang dan dijagalah oleh hamba laki-laki yang berkebiri dalam sebuah gedung iabangun gedung raya itu dengan segala kemewahanya. Maka apakala ia dengar akan kecantikan istri Wustha Lo itu maka ia pinta seraya denganm segala ancaman yang mengerikan.

Maka Wustha Lo melarikan diri beserta isteri dan Saat Liut saudaranya itu ia menghimpun suatu asykar ada sekira sepuluh ribu orang banyaknya, maka timbullah pemberontakan kepada Kotzukhan itu.
Alkisah pemberontak-pemberontak itu telah melingkari istananya itu lalu pasukan Pendekar Sutera Merah pasukan istana itu banyak berguguran, maka Saat Liut dan Wustha Lo naik benteng dan merayap serupa cecak lalu masuk ke tangah ruang istana lalu ia bersanggahan dengan pasukan istana itu, maka tatkala pasukan istana itu mundur karena mempertahankan pinti gerbang istana, Saat Liut sempatlah sua lantak dan membunuh Kotzukhan itu dengan tamparan mautnya tetapi ada kesempatan bagi Kotzukhan memanfaatkan tenaga terakhir dengan memasukan tangan akan perut Wustha Lo sehingga terjulur keluar gugurlah ia tertimpa mayat raja Kotzu tengah gergasi itu.
Maka Saat Luit mendapat kemenangan ia menikah dengan bekas isteri Wustha Lo ia menjadi pimpinan akan negeri itu kala seorang anak raja masih terlalu muda untuk memerintah, kala anak raja itu telah padalah sudah untuk memerintah itu, Saat Liut pun lalu pimpin sebuah lanah kerajaan, tatkala kerajaan itu jatuh ketangan Timur I Lang, maka Saat Liut pergi meninggalkan lanah itu, ia pergi beserta keluarganya dengan sebuah kereta.

Perkembangan pengobatan pada masa Namsuit

Maka akan hal ilmu pembelaan diri itu tiadalah dapat berlepas diri dengan tautan ilmu pengobatan atau ketabiban itu, maka Namsuit pun apakala ada seorang tamid itu cedera ia obati, pada suatu hari ada seorang tamid terkena gada akan kaki kanannya itu sehingga hancur luluhlah akan tulang kakinya itu maka Namsuit puin melasah kakinya itu lalu dialarlah dengan balutan kain sutera dan sebilah tulapan kayu maka sepekan kemudian telah pandai berjalan.

Maka Namsuit terkenallah akan ilmu pengobatan lasah tulang, iapun akhli ilmu konuq ialah tusukan jari dengan jari tunggal dan jari kembar serta ilmu ketukan palu akan arah alur ulught. Maka palu itu ada enam buah palu sulung sekira ibu jari terbuat dari logam perak dan yang terkecil itu sekira kelingking.
Maka akan hal ilmu peramu itu merupakan lakuran pengobatan Hindustan, Cina, dan Tatar.

Maka segala pengobatan dengan jari dan palu itu bersaluran daht juga.
Maka pada saat itu segala olah sentay itu dengan berjurus juga, maka tak lama kemudian berkembanglah sentay itu yang merupakan gerakan-gerakan mukadimah untuk peruak jurus, sentay itu lahir manakala terjadi seorang tamid itu salah urat sehingga tak bergerak dan kesakitan yang amat sangat kala berjurus itu, maka lahirlah untaian gerakan awal jurus yang dinamakan sentay dan ada pelbagai macam sentay itu ada sentay peruak jurus ada sentay pengobatan ada sentay pengurangan lemak tubuh untuk kecantikan.
Maka sentay itupun diberi ilmu pernafasan maka konon ilmu itu berasal dari Hindustan dan berkembang melalui cahara Toga atau Yoga, maka karena ada unsur peribadatan bertolak syara didalamnya gerakan Yoga itupun dihilangkan dan diambillah cahara pernafasannya itu.


Sumber : Kitab Zhodam - PTI

>>Continue Reading>>

0 komentar:

KISAH PENDEKAR - PENDEKAR THIFAN PO KHAN

Diposting oleh ATHO' AL JUNDI


Hikayat Bukhar Hamatin

Maka tersebutlah Bukhar Hamatin seorang pendekar suku utara, ia terkenal karena mempunyai gerak pukulan yang terlalu amat cepat suatu ketika ia itu pernah terlibat perkelahian karena mendapat apak serangan suku Ouw dari perguruan Irhi Ling atau Liaga Hitam, mereka itu berigama Buddha campuran adat istiadat Cina Tengah, maka Bukhar Hamatin dapat menggagalkan segala serbuan itu dan sekalian penyerbu itu luka-luka dan sebagian mereka itu tertawan diantaranya terdapat empat orang puteri, keempat orang puteri itu sanya gadis curian maka akhirnya mereka memeluk Islam, seorang diperistri Bukhar Hamatin, seorang diperistri oleh Otman, seorang diperistri Ali Wohya maka seorang pula karena terpanah tiada lamapun ia meninggal.

Alkisah Bukhar Hamatin pernah dipanggil sultan Uliq Karay untuk melatih pasukan kesultanan itu, maka seorang pelatih pula berhati dengki akan dia maka difitnahnyalah Bukhar Hamatin itu dengan tukan hendak mengetahui rahasia istana untuk perusuh, maka Bukhar Hamatin dilepas sudah dan beberapa lama dipenjarakan, maka apakala ia keluar penjara itu iapun berlanah dan diperdalamnya ilmu Thifan, maka apakala ia tengah menghadapi lawan ia selalu berkhimo, maka pekerjaan sehari-hari ia berternak kuda dan memelihara yak. Maka ia bekerja dibantu oleh saudara-saudaranya itu.

Maka adalah saudara-saudaranya itu akhli Thifan. Maka seorang bernama Otman Bukhbur, seorang, seorang bernama Buhkar Huat dan seorang bernama Ali Wohya. Maka sanya kepandaian Otman Bukhbur itu meringankan tubuhnya seringan mungkin dan iapun terkenal pula kelincahannya dalam ilmu Thifan itu, maka tamparannya dapat menghanguskan lawan maka pada masa pertempuran dengan Irhi Ling itu seorang anak perguruan itu ia tampar dan setahun kemudian berdamailah dan diadakan persahabatan dan bertemulah dengan seorang anak perguruan itu yang ia tampar pada lapinya itu tampak cirri bekas tangan yang ronanya merah kehitam-hitaman.


Maka adalah Ali Wohya itu adiknya yang bungsu, kepandaiannya yang termasyhur menyamai Otsman Bukhbur dia mahir dalam ketukan maut pada enam belas tempat akan tubuh manusia itu.

Alkisah pada suatu hari sultan memanggil Bukhar itu beserta saudara-saudaranya dan diperintahkan menangkap seorang perusuh yang terlalu amat kejam semula penjahat pengganas itu seorang pendekar lalu ia mempelajari ilmu syaithan dan gurunya menyuruh berkubur dengan darah perempuan akan tempat penyembahan itu pada sebuah meja pujaan diatas menyalalah dupa toit dan lilin yang beraneka warna. Maka dicurinya gadis-gadis kampung oleh kawanan penjahat itu yang berpakaian serba hitam lalu dibawanya pada sebuah gua ditepi bukit Uglag dekat perbatasan kawasan bangsa Way Timur.
Maka gadis-gadis itu diikat dalam ruang seribu lilin, apakala lepaslah nafsu mereka itu, maka gadis-gadis itu disembelih atau disulanya lalu darahnya tertampung dalam sebuah bejana lalu sebahagian darah itu mereka minum dan sebahagian pula mereka pergunakan untuk penyembahan syaithan itu yang mereka namakan “Tawa Hunga” maka Tawa Hunga diracakan dengan raca emas berwajah seorang tua berjanggut dan bermahkota sepuluh batang jarum.

Maka Bukhar Hamatin pun pergilah beserta Ali Wohya dan dicarinya jejak dan dibantulah mereka oleh lima puluh orang asykar dan seorang bekas kwanan penjahat itu, tatkala itu Tsena seorang gadis anak kepala suku telah dilarikannya pula hanya ada seorang di antara mereka itu tertangkap. Alkisah terciumlah jejak itu dan kedua bersaudara itu sampailah akan sebatang sungai yang beriam merekapun tunggulah sampai jauh malam, pada saat menjelang fajar keluarlah empat orang berpakaian serba hitam itu dari dalam gua yang terdapat dalam riam itu, maka Ali Wohya mensumpit salah seorang diantara mereka itu dan tepatlah akan urat nadi lehernya itu sehingga jatuh terpelungkup dan seorang diantara merekapun meliuklah dan ia menyerang tetapi jatuh pula kena sumpitan itu.

Maka seorang berbaju zirah datang menghampiri maju langkah dan tiadalah damak sumpitan itu luput lalu Bukhar Hamatin pun menjadi bermuka-muka kenallah ia akan wajah itu ia bekas pendekar istana ialah yang memfitnahnya itu karena iri hati akan Bukhar Hamatin itu. Maka terjadilah perkelahian seorang lawan seorang, maka Ali Wohya pun menyanggah seorang pengganas itu pula tetapi tiadalah pengganas itu bertahan lama karena telah kena akan ketukan-ketukan Ali Wohya itu akan layuhlah ia.

Maka adalah Bukhar Hamatin menyanggah pendekar akai pemuja Tawa Hung itu ia berbaju zirah lalu bertopi besi asykar Tatar yang berujung serupa jarum, maka Bukhar Hamatin pun lelahlah dan tubuhnya penuh luka karena si pengganas itu bersepatu pisau, amarahlah Ali Wohya lalu cepat ia arahkan supitannya itu pada bahagian tubuhnya itu yang tiada bertirai tertancaplah damak beracun sumpitan itu dan mulailah ia layuh, maka asykarpun datanglah dan pengganaspun diusunglah dan didalam perjalanan ia mati, maka Bukhar Hamatin, Ali Wohya dan pembesar asykar kerajaan itu masuk gua yang sangat tersembunyi itu ada enam buah pintu kayu dan jalan dalam gua itu berliku-liku, maka apakala sampai bahagian terdalam didapatkannya reca emas Tawa Hunga, tempat penyiksaan dan guci penampung darah, maka ditemukan pula tulang-belulang dan mayat-mayat yang mulai membusuk hairanlah tiada terciumlah kebusukan itu mungkin ada semacam obat penawar bau busuk itu, maka tatkala dibukanya pula sebuah pintu terdapatlah sebuah ruangan berbentuk penjara dan ada sembilan orang gadis didalamnya yang menjelang kematian.

Maka diantara sembilan orang gadis itu adalah Tsena anak kepala suku itu, maka Tsena pun menceriterakan pembunuhan kejam itu diantaranya disula dengan semacam sula bergerigi, disembelih, dibantai, dicencang, dan pelbagai macam penyiksaan yang terlalu amat mengerikan, segala ini karena kepercayaannya kepada syaithan Tawa Hunga itu, mereka melakukannya karena takut kepadanya dan inginkan sihir. Maka alkisah sultanpun melihat muka pengganas itu, iapun termenunglah sanyalah ia seorang pendekar istana lalu diangkat menjadi perdana menteri yang semula dipercayai lalu hilang dari istana itu setahun empat bulan lamanya dan sultan beranggapan ia dibunuh orang dan dipersiapkannya pendekar untuk mencahari jejak tetapi sia-sialah.

Maka Bukhar Hamatin pun dipeluk sultanlah dan baginda meminta ma’af akan kesalahannya karena percaya akan ucapan pengganas itu, lalu turunlah titah baginda agar membawa obat penawar akan luka tubuh Bukhar Hamatin itu dan sepersalin pakaian yang indah, lalu diangkatlah ia panglima seluruh angkatan perang kesultanan itu, maka Otman Bukhbur, Buhkar Hoat dan Ali Wohya diangkatlah menjadi dalam pendekar penghulu asykar kesultanan itu.

Maka gua tempat pemujaan diseluruhnya hancurkan lalu emasnyapun dileburlah, maka aman tentramlah dan rakyatpun merasakan keadilan pemerintahan itu, itulah kabar tentang kesultanan Turki Timur.

Sumber : Kitab Zhodam - PTI

>>Continue Reading>>

0 komentar:

Serial : Pejuang - Pejuang Sejati

Diposting oleh ATHO' AL JUNDI


MUSH'AB BIN UMAIR
Duta Islam Yang Pertama


Lanjutan...

Semenjak ibunya merasa putus asa untuk mengembalikan Mush'ab kepada agama yang lama, ia telah menghentikan segala pemberian yang biasa dilimpahkan kepadanya, bahkan ia tak sudi nasinya dimakan orang yang telah mengingkari berhala dan patut beroleh kutukan daripadanya, walau anak kandungnya sendiri.

Akhir pertemuan Mush'ab dengan ibunya, ketika perempuan itu hendak mencoba mengurungnya lagi sewaktu ia pulang dari Habsyi. la pun bersumpah dan menyatakan tekadnya untuk membunuh orang-orang suruhan ibunya bila rencana itu dilakukan. Karena sang ibu telah mengetahui kebulatan tekad puteranya yang telah mengambil satu keputusan, tak ada jalan lain baginya kecuali melepasnya dengan cucuran air mata, sementara Mush'ab mengucapkan selamat berpisah dengan menangis pula.

Saat perpisahan itu menggambarkan kepada kita kegigihan luar biasa dalam kekafiran pihak ibu, sebaliknya kebulatan tekad yang lebih besar dalam mempertahankan keimanan dari pihak anak. Ketika sang ibu mengusirnya dari rumah sambil berkata: "Pergilah sesuka hatimu! Aku bukan ibumu lagi". Maka Mush'ab pun menghampiri ibunya sambil berkata: "Wahai bunda! Telah anakanda sampaikan nasihat kepada bunda, dan anakanda menaruh kasihan kepada bunda. Karena itu saksikanlah bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya".

Dengan murka dan naik darah ibunya menyahut: "Demi bintang! Sekali-kali aku takkan masuk ke dalam Agamamu itu.Otakku bisa jadi rusak, dan buah pikiranku takkan diindahkan orang lagi".

Demikian Mush'ab meninggalkan kemewahan dan kesenangan yang dialaminya selama itu, dan memilih hidup miskin dan sengsara. Pemuda ganteng dan perlente itu, kini telah menjadi seorang melarat dengan pakaiannya yang kasar dan usang. Sehari makan dan beberapa hari menderita lapar.

Tapi jiwanya yang telah dihiasi dengan 'aqidah suci cemerlang berkat sepuhan Nur Ilahi, telah merubah dirinya menjadi seorang manusia lain, yaitu manusia yang dihormati, penuh wibawa dan disegani . . .

Bersambung...

>>Continue Reading>>

0 komentar: