0 komentar:

Diposting oleh ATHO' AL JUNDI



HIKAYAT SELIM TSEPANG

Maka tersebutlah seorang bernama Tsefang atau Selim Tsepang, ia datang dari pegunungan arah utara, ia seorang anak kepala suku dan sejak kecil ia telah ada terlibat dalam perkelahian dengan suku-suku pengganas yang datang hendak merampuk perkampungannya. Maka ia masuk lanah dan belajar menkaji ilmu Islam dari seorang ahund bangsa Persia, karena itu iapun fasih dalam bicara Persia itu.

Alkisah ketika terjadi dinegerinya pemberontakan untuk menggulingkan Khan Emiruddin maka ia ditawari orang untuk mengepalai pemberontakan itu karena raja itu kurang disukai dan terlalu membuang-buang segala harta untuk kesenangan dirinya sendiri. Maka pada masa itu Selim Tsepang telah mewakili ahund akn kerajaan lanah itu.
Maka Khan Emiruddin pun turun tahta dan diserahkannya segala kekuasaannya itu pada Sultan Syirajuddin, maka Khan Emir pun bertaubat dan menjadi seorang dermawan. Maka Sultan Syirajuddin pun memerintah dengan bijak, alim dan adil sengat eloklah pemerintahannya itu.

Maka usia sultan itu tiada lama, ia menderita penyakit dalam sehingga ia meninggal dan saudaranya Zhoqnu yang lalim menggantikan kedudukannya itu maka iapun menarak tanjak dalam kemewahan diri tiadalah arah fakir untuk memperhatikan khalayak ramai sehingga musyarakatpun tertindaslah, pembesar-pembesar istanapun mulai mengikuti jejaknya itu, maka rusuhlah seluruh negeri itu, permpukan, perampasan, pencurian bersimaharajalela.

Maka khalayak ramaipun menantikan penghulunya untuk meletupkan pemberontakan itu lalu seorang terkemuka diantara mereka itu memohon akan Selim Tsepang tetapi ia tengah beristirahat karena serangan suatu penyakit, maka merekapun memilih Mukhtar Bubod suami Azizah Tedsyu puteri sulung Selim Tsepang itu untuk meletupkan pemberontakan itu maka Mukhtar Bubod pun bersiap pepak berpilih membentuk asykar maka apakala diketahui pembesar istana akan segala persiapan pemberontakan itu, maka asykar negeripun lalu segera hendak menghancurkan kekuatan pasukan Mukhtar Bubod itu maka terjadilah perang perebutan negeri, maka Mukhtar Bubot terkundak dengan mempermainkan dua bilah pedang diatas kuda dan ditewaskannya beberapa orang pengawal kerajaan itu, tetapi anak panah menghujani tubuhnya sehingga ia seumpama terpanggang seribu panah lalu iapun mengamuk menyerbu ketengah ambang istana sehingga ia terkungkung tetapi terlalu banyak darah itu keluar, Mukhtar Bubot pun robohlah maka reduplah pemberontakan itu, maka pemberontakpun pergi berkuda ke perbatasan Katan.

Maka ibu negeripun dianggap amanlah sudah segala orang yang dianggap perusuh itu telah pergi, maka sultanpun kembali naik bermegah dan berpoya-poya maka apakala dilihatnya kecantikan janda Mukhtar Bubot itu iapun jatuh berahi maka istri keempatpun dicerankannya dan dipinangnya gera Azizah Todsyu itu tetapi utusan sultan ditolak Selim Tsepang sehingga murkalah sultan dikirimnya asykar yang kuat-kuat untuk menangkap semua keluarga itu tetapi semua asykar yang dikirimkan untuk menangkap keluarga itu tidak kembali, maka keistimewaan Selim Tsepang itu dapat menaklukan musuh dengan teriakan suara berdahtnya.

Maka dikirimkannya pula pasukan asykar yang berjuak kira delapan puluh orang, maka kala Selim Tsepang lengah dipanahnya arah lehernya itu olh seorang pemanah yang terlalu amat akhli dalam bermain panah ialah Eayzit yang pernah berguru akan Selim Tsepang itu, maka Selim pun tiadalah dapat menyalurkan suara dahtnya itu sehingga ia beserta seluruh keluarganya itu terbunuh walaupun ia telah menewaskan beberapa orang asykar kerajaan itu maka tertangkaplah Azizah Todsyu dan dipenjarakan dalam istana tetapi asykar Babur menyelamatkannya dan konon ia diperistri salah seorang penglima itu dan dibawanya ke Penshab.

Sahdan adalah dua orang tamid Selim Tsepang itu dapat menyelamatkan diri apakala dilihatnya gurunya itu roboh ia belum lama berdiam dikeluarga itu dan belumlah ia diberi dasar ilmu perkelahian seorang anak bangsawan Farkhabeg namanya dan seorang orang kebanyakan Fuli Ramli namanya.

Maka keduanyapun pergi meninggalkan tanah itu lalu bergurulah pada Cundunt akhli Thifan itu yang terkenal dapat mengalirkan racun panas sehingga orang pencoba akan dia jatuh kesakitan. Maka apakala selesailah mereka menuntut ilmu itu sembilan tahun lamanya maka pulanglah mereka berkuda.

Sanya pada suatu hari suku-suku Hun Tenggara menjelaknya dalam perjalanan itu dengan menghujani anak panah tetapi kedua orang itupun pandailah dalam ilmu permainan langkah dan rahapan maka hanya dua batang anak panah mengoyakan bajunya itu.

Pada suatu hari lewatlah keduanya itu pada sebuah kota kecil yang diperintah Zocnu itu, maka kedua orang itu bersua Bayzit diujung pekan tengah berkuda tunggang putih dan berpakaian sutera tebal sepatunyapun berhiaskan emas, setanda ia menjadi seorang pembesar istana.

Maka apakala kuda Bayzit itu berkelok dan menuju keluar kota itu, maka Farkhabeg dan Fuli Ramli pun memacu kudanya mengikuti Bayzit sehingga sampai akan sebuah perkampungan lalu ditinggalkannya perkampungan itu sampailah kepadang rimput, maka Bayzit menuju sebuah tempat dipadang rumput itu, Fuli Ramli lalu memacu kudanya dan mengejar Bayzitdan terpalanglah kuda Fuli Ramli itu dihadapan Bayzit maka Bayzit menyangka itulah perampuk, maka ia hendak melepaskan anak panahnya, apakala anak panah itu hendak melepas, Farkhabeg pun datanglah akan tempat itu demi dilihatnya Bayzit hendak melepaskan anak panah itu, maka Farkhabeg pun melepas jarum syit beracun akan tangan Bayzit itu sehingga busurpun jatuh, maka meradanglah Bayzit dan berteriak minta bersabung nyawa, tetapi tubuhnya mulai lemah dan tak lama kemudian robohlah mungkin racun syit telah menjalar akan seluruh tubuhnya itu. Maka berkatalah Fuli Ramli: “Itulah kisas bagi keculasanmu membunuh gurumu demi emas rajamu itu” maka cepatlah keduanya melanjutkan perjalannya kearah timur melalui bukit-bukit dan menuruni pada bagai lembah yang curam, maka sampailah pada kawasan benua Cina, maka banyak peristiwa dialaminya kala mereka berkelana itu, maka pada suatu hari manakala keduanya itu turun jenjang sebuah lepau dimuka pekan besar bersualah dengan seorang pendekar Mung yang disebut pendekar pengemis dari Shorim, maka ketika pendekar itu melihat keduanya maka ia mencahari jalan perbincangan, karena mereka mungkin hafal akan ciri-ciri tubuh dan pakaian kedua orang asing itu, bahwa itulah pendekar, lalu stelah bersapa ketiga orang itupun duduk berbincang-bincang lalu sampai pada peri agama, kehidupan dan ilmu pembelaan diri, maka kedua sahabat itu semula menyebunyikan ilmunya itu, tetapi pendekar pengemis itu memaksa untuk turgul, katanya: “Aku ingin mengetahui akan segala gerakanmu itu aku sanya hendak mencahari keaslian Shorim itu, ketahuilah sanya kitab ilmu Shorim itu telah terbakar dan kami mengkaji dari anak wihara yang hafal tetapi kami sendiri ragu akan kemurnian ajaran pembelaan diri itu, maka dengarlah kubawakan sebuah tamsil: Adalah sebatang pohon ara raksasa yang tengah menanti tumbang karena dibawah pohon raksasa itu berkerajaanlah anai-anai yang berjuta-juta dan memakan segala akar pohon ara raksasa itu, maka suatu ketika berpuputlah angin dahsyat menumbangkannya dan tatkala itu ada seekor kubin hinggap dan melekat pada batang pohon itu, maka berkatalah Kubin: “Kucegahkan maka tumbanglah.” Kata Fuli Ramli: “Bukankah itu tamsil orang turki.” Maka kata pendekar pengemis: “Turgullah lalu kujelaskan.”
Maka turunlah Fuli Ramli lalu bersyikla hendak ancang berancang, maka terperanjatlah pendekar Mung itu ia menitikkan air mata lalu ia pergi dengan tiada mengucapkan sepatah katapun.

Maka Farkhabeg lepas meninggalkan negeri Cina itu pernah berguru akan Halat tahid dari Muhyiddin orang Fangkhan, ia seorang akhli timbangan daht, bila ia diserang ia hanya menghindar, musuhpun selalu mencium tanah, Halat pernah berpesan: “Biarkan mereka kehabisan tenaga dan kita harus mempunyai simpanan tenaga itu.” Maka Halat pun berceriteralah tentang gurunya itu katanya: “Maka adalah Muhyiddin Fangkhan itu seorang akhli timbangan daht ketika ia menuju Fuk tercegahlah oleh sepuluh orang perampuk bersenjatakan keway beracun, tetapi ia sangatlah mahir bermain langkah hinder sehingga sebatang kewaypun tiada melukai tubuhnya itu, maka suatu ketika ia tengah duduk di masjid lepas zhuhur, tiba-tiba terbitlah kerusuhan dan seorang perusuhpun melemparkan sebatang pisau kepadanya maka Muhyiddinpun tiadalah berdiam diri, dengan cepat dialapnya pisau itu dengan dua batang jarinya lalu iapun melemparkan kembali pisau itu sehingga perusuh itupun tertikam dan robohlah sudah.
Maka emir kota itupun menganugerahkan uang mas kepadanya, sanya Muhyiddin apakala berpergian selalu bertunggang kuda karena kaki kirinya itu ada lebih pandak maka terkenallah ia pendekar pincang tetapi pada suatu ketika ia rekepung perampuk dirumahnya itu, maka ia keluar dengan menendang pinti dengan kaki pincangnya itu sampai pintu itu terbelah empat dan perampuk itupun larilah merta.

Maka Halat pun berceritera pula tentang pendekar suku Shldsyuk yang berkembara ke barat Asaduddin Syirakuh namanya sehingga ia masuk negeri Mashir. Maka ia datang dengan sega pendekar dan asykar orang Saldsyuk itu ke Syam lalu memerangi kaum Nasara di Masir dan sekitarnya ia terkenal sebagai seorang penakluk, maka sanya anak saudaranya seorang berdarah Kurdi ia angkat menjadi sultan Masir itu. Maka adalah konon kekuatan Syirakun itu pada kepalan mautnya itu, ia konon pula akhli Shurulkhan.”
Maka Halat pernah mengajak kedua anak muda itu ziarahi kuburan Jauharuddinkhan. Maka kata Halat itu: “Maka Jauharuddinkhan itu berbakat pembelaan dirinya itu sejak kecil sehingga mahirlah dalam pelbagai jenis ilmu pembelaan diri ia bertahun-tahun dalam lanah, kemahirannya yang tampak ialah kaki berbaling-baling bila kena dada lawan pecah belahlah. Maka seorang tamidnya itu sahabatku, Tsu Kapay Tiymur namanya ia seorang puak Krait Muslim ia lahir di daerah Bukhara lalu berkembara kea rah tenggara maka ia seorang akhli Taesyukhan.

Alkisah manakala ia berhadapan dengan seekor sapi gila di Sanyu, maka dipukulnya kepala sapi itu sampai pecah, maka emirpun mengangkatnya sebagai pengawal dan ketika emir itu meninggaliapun diangkat emir karena ialah menatu emir itu.”
Maka alkisah Farkhabeg dan Fuli Ramli pun pulanglah ke kampong halamannya itu.

|